Korban Kejahatan Seksual Pencipta Walrus Imitasi

Nidamia
6 min readJul 16, 2020

Setelah membaca judul tulisan ini, apa kau sudah tahu isi tulisannya tentang apa? Kalau sudah tahu berarti kau sudah pernah menontonnya. Namun bagi yang belum tahu barangkali merasa keheranan, apa korelasi dari korban kejahatan seksual dengan walrus imitasi? Nah kali ini saya akan menjawab pertanyaan itu dengan membahas sebuah film lama yang kembali hype berjudul TUSK yang diperankan oleh … (silakan googling saja ya~😅)

poster film TUSK versi Jepang

Beberapa hari yang lalu saya menonton filmnya melalui saluran youtube disebabkan oleh sebuah postingan di akun Instagram yang menampilkan video semenit di mana ada seorang wanita bersama seekor walrus besar bertaring panjang berjalan keluar kandang. Namun hanya wanita itu yang bisa keluar sedangkan walrus besar itu tak bisa keluar karena badan besarnya terhadang pagar kandang. Kemudian saya penasaran dengan isi komentar dari para warganet dan mayoritas menyebut nama film tersebut dan mengungkapkan kengeriaannya. Berangkat darisanalah saya tergerak untuk menontonnya.

Sebelum saya membahas isi filmnya, saya awali dulu ulasannya dari laman kompas.com berikut ini agar kau yang belum menontonnya bisa sedikit tergambarkan isi jalan ceritanya.

JAKARTA, KOMPAS.com — Tusk merupakan film bergenre horor komedi yang dirilis pada 2015. Film berdurasi 104 menit ini disutradarai Kevin Smith, yang turut menulis naskahnya. Ia juga dikenal sebagai seorang komedian yang gemar menggarap film komedi. Dua filmnya yang terkenal dan mendapat rating cukup tinggi adalah Clerk (1994) dan Chasing Amy (1997).

Tusk bercerita tentang seorang komedian bernama Wallace Bryton (Justin Long) yang menggarap sebuah podcast komedi terkenal bertajuk The Not-See Party. Dalam memandu podcast, Bryton ditemani rekannya Teddy Craft (Haley Joel Osment). Acara yang mereka pandu berisi banyolan tentang video viral di internet. Salah satunya video viral seorang anak bernama Kill Bill Kid yang memotong kakinya sendiri. Tak puas hanya mengomentari videonya, Bryton kemudian berangkat ke Kanada untuk menemui Kill Bill Kid. Sayangnya, saat sampai di Kanada, Kill Bill Kid ternyata sudah tewas bunuh diri.

Tak ingin pulang dengan tangan kosong, Bryton memilih tetap tinggal dan mencari hal-hal unik dan lucu di tempat tersebut sebagai bahan podcast selanjutnya. Bryton kemudian menemukan selebaran tawaran menginap gratis dengan imbalan bisa mendengarkan kisah menarik dari pemiliknya. Ia pun tanpa pikir panjang pergi ke alamat yang tertera di selebaran.

Sesampainya di sana, Bryton bertemu Howard Howe (Michael Parks), seorang pensiunan pelaut lumpuh yang duduk di kursi roda. Howe kemudian bercerita tentang seekor walrus yang telah menyelamatkan nyawanya saat berada di kapal. Hewan tersebut diberi nama Mr. Tusk.

Semalaman mendengarkan cerita Howard, paginya Bryton menemukan kaki kirinya terpotong dan ia berada di kursi roda. Howe ternyata telah mencampur teh yang diminum Bryton dengan obat tidur, lalu mengamputasi kaki Bryton. Ia berencana mengubah Bryton menjadi seekor walrus sebagai pengganti Mr. Tusk.

Bagaimana nasib Bryton selanjutnya? Mampukah ia selamat dari aksi sadis Howe? Simak kelanjutannya dalam film Tusk yang dapat Anda saksikan di N*****.

(saya sarankan untuk menonton di saluran youtube saja biar gratis~🤣)

Untuk diperhatikan, film ini tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak karena didalamnya terdapat perilaku yang tidak patut dicontoh seperti ketika Bryton mengisi podcast selalu berkelakar dengan nuansa seksual dan juga ada adegan seperti sedang melakukan hubungan intim dengan pacarnya walau tidak diperlihatkan secara langsung, hanya saja bagian atas badannya tidak berbusana dan pacarnya hanya memakai pakaian dalam sambil mengobrol.

Selanjutnya inilah pertanyaan yang saya soroti, “Bagaimana nasib Bryton selanjutnya? Mampukah ia selamat dari aksi sadis Howe?” . Foto di bawah ini berhasil menjawabnya.

Kondisi tubuh Bryton setelah berhasil direkonstruksi dengan sadis oleh Howe.

Perilaku sadis yang dilakukan Howe kepada para korbannya (sesuai penuturan inspektur polisi yang mendalami peristiwa ini bertahun-tahun) tidak mungkin kalau tidak diawali oleh pengalaman sangat menyakitkan selama masa mudanya. Itu terbukti di menit ke 53:59–56:10. Howe akhirnya berkesimpulan bahwa “Manusia adalah Binatang yang Buas” karena sesuai dengan apa yang dialaminya di mana Howe adalah Korban Penindasan dan Kejahatan Seksual sejak masa kanak-kanak. Namun ia sepertinya merasa sangat bersalah ketika membunuh Walrus yang telah menyelamatkannya itu karena kelaparan dan setelahnya ia merindukan terus kehadirannya. Untuk mengobati kerinduannya, ia pun terobsesi dengan berupaya mengadakan kembali jasad Mr. Tusk melalui jasad para korbannya. Ini sungguh C R E E P Y ! ! !

Howe bersandar di tubuh Bryton yang sudah menjadi Walrus imitasi.

Pada suatu kesempatan, Howe mengadakan adu kekuatan dengan Bryton. Howe menggunakan kostum walrus imitasi buatannya juga untuk bertarung. Ternyata Howe malah terbunuh oleh Bryton setelah badannya tertusuk berkali-kali oleh taring walrus imitasi Bryton. Di saat itu juga, polisi, pacar, dan rekan podcast Bryton datang (mereka tahu keberadaan Bryton dari voice note yang dikirimkan kepada mereka). Setelah kejadian itu, Bryton diamankan di dalam sebuah kebun binatang karena telah menjadi seekor walrus imitasi selamanya.

ekspresi pacar Bryton (sebelah kiri) dan rekan podcast-nya (sebelah kanan) ketika melihat kondisi Bryton yang telah membunuh Howe.

Saya menyoroti kisah kejahatan seksual yang dialami Howe ketika berada di gereja saat masih kanak-kanak yang menyebabkannya memiliki gangguan kepribadian antisosial yang dicirikan dengan ketidak-bermoralan, kurangnya perasaan dan perasan cemas/salah (sumber: John E. Roeckelein, Kamus Psikologi, Cetakan 1, 496). Kabar terbaru di tahun ini dengan kasus yang sama seperti Howe datang dari seorang pendeta cabul berinisial HL di Jawa Timur yang sudah memperkosa banyak anak-anak gereja selama hampir 10 tahun! sungguh biadab. Para korban yang tidak berdaya itu kini sudah beranjak dewasa dan melekatlah trauma yang mendalam sehingga untuk memulihkannya butuh trauma healing yang tidak sebentar. Kini rumah ibadah sudah tidak lagi dicap sebagai tempat perlindungan yang aman bagi anak-anak karena ulah oknum para pemuka agama yang bertindak asusila.

Lalu mari kita kaitkan dengan RUU P-KS (Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) yang hingga saat ini masih diributkan eksistensinya oleh pihak pro dan kontra. Awalnya saya merasa kehadiran RUU ini menjadi nafas segar bagi perlindungan korban kejahatan seksual, namun setelah ditelaah pasal-pasalnya ternyata ditemukan bahwa RUU P-KS ini belum senafas dengan sila pancasila terutama Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab karena masih membuka peluang masuknya kejahatan-kejahatan lain yang bisa lolos akibat disahkannya RUU ini. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi pun beramanah bahwa semua UU atau aturan haruslah mengandung Godly Constitution, yaitu harus bernafaskan Ketuhanan YME.

Saya yakin sekali pihak pro dan kontra menginginkan adanya penegakkan hukum yang seadil-adilnya bagi para pelaku dan korban kejahatan seksual melalui perangkat hukum yang jelas karena masalah kejahatan seksual kini semakin tinggi jumlah kasusnya namun belum bisa ditindak dengan seadil-adilnya. Bila RUU tersebut ingin tetap ada, maka perlu adanya revisi agar kedua belah pihak bisa menerimanya, terutama harus mengandung Godly Constitution.

Ternyata seiring kemajuan zaman, maju juga kasus tindak asusilanya. Siapa yang bersalah? Daripada sibuk menghakimi sepihak, lebih baik kita evaluasi bersama, apa upaya pencegahan yang sangat sesuai agar segala tindakan kejahatan seksual tidak terjadi lagi. Saya menjadi ingat perkataan M. Natsir sebagai berikut:

“Mengenal Tuhan, men-tauhidkan Tuhan, mempertjajai dan menjerahkan diri kepada Tuhan, tak dapat harus mendjadi dasar bagi tiap-tiap pendidikan jang hendak diberikan kepada generasi jang kita latih, djikalau kita sebagai guru ataupun sebagai Ibu-Bapa, betul-betul tjinta kepada anak-anak jang dipertaruhkan Allah kepada kita.” (sumber: Mohammad Natsir, Capita Selecta, Jilid 1, 142)

Dengan dasar Tauhidullah yang kuat maka anak-anak kita tidak akan mudah terombang ambing dalam dahaga ruhiyah yang derita; tahu mana yang hak dan yang batil, serta selalu ingat dari mana ia berasal dan ke mana ia akan berpulang. Mari jaga generasi muda dan tua agar kuat menghadapi perang pemikiran yang semakin luar biasa pertarungannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya yang berjudul Bumi Manusia bahwa “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan” maka bisa kita padukan dengan apa yang diungkapkan M. Natsir menjadi,

Tauhid Kuat, Pemikiran dan Perbuatan Sehat Walafiat ☺

NB: seluruh foto yang disajikan bersumber dari Google.

--

--

Nidamia

passionate in social psychology, sustainability, book, pokémon, nature, music, astro, techno & art. // about.me/nida.damia // verba volant, scripta manent 🌿