Nenek, Pendaki Sejati [remake]

Nidamia
5 min readSep 2, 2021
ilustrasi dari google

Kemarin merupakan hari berduka bagi keluargaku. Nenekku, ibunda kandung ibuku meninggal dunia. Sangat sedih rasanya karena tidak berada disamping nenekku di saat-saat terakhirnya. Sore itu sepulang kerja, adik perempuan keduaku menghubungi via telepon Whatsapp ibuku dengan suara gemetar dan isak tangis, “Teh di mana? ke sini ya, nenek meninggal….

Seketika aku terkejut dan menangis. Jika masih di rumah sakit sepertinya nenekku langsung dibantu alat pacu jantung. Bisa jadi nenekku mengalami koma atau mati suri. Masih ada harapan bukan? Tapi adikku bilang ada tetangga saudaraku di sana yang berprofesi sebagai bidan telah mendiagnosa bahwa nenekku meninggal sudah beberapa jam yang lalu. Semua yang menyaksikan tentu terpukul sekali baru menyadarinya. Aku kesal sekaligus sedih kala itu, lebih baik di rumah sakit lebih lama saja supaya tertangani dengan baik dan benar. Tapi beginilah ternyata takdir-Nya.

Ibuku bilang nenekku wanita tangguh, tegas, dan baik budinya. Salah satunya senang bersedekah. Ibuku menjadikan almarhumah sebagai role model -nya. Pantas saja ibuku selalu melakukan apa yang nenekku lakukan. Sejak kecil keluarga nenek begitu perih, sehingga menjadi tangguh adalah keniscayaan agar bisa tetap survive. Tempat tinggalnya pun di kaki gunung sehingga matapencahariannya adalah petani. Ibuku pun selalu membantu almarhumah di sawah bahkan sampai di gunung. Untuk mendapat uang sekolah saja ibukku sulit, harus berdagang dulu di pasar dari hasil berkebun, baru dapat uang saku. Jika tidak berhasil terjual maka tidak bisa jajan apalagi bayar iuran sekolah lainnya. Itulah yang menjadikan ibukku menjadi tangguh juga seperti nenekku hingga saat ini. Semoga aku dan semua adikku bisa tertular juga. Aamiin :)

Untuk mengenang ketangguhan almarhumah, aku sempat membuat sebuah tulisan tentangnya di blog lamaku ketika masih tingkat dua di bangku kuliah. Dulu memang aku sangat senang menulis di blog. Semoga setelah hijrah menggunakan medium ini semangatku untuk menulis di blog tumbuh kembali. :’)

Berikut ini tulisan lamaku yang berjudul ‘Nenek, Pendaki Sejati’ .

Dahulu, ketika saya masih kecil, mungkin sekitar usia anak SD, saya sudah mulai melakukan hiking yang luar biasa ketinggiannya. Jelas, karena badan saya kecil, untuk seukuran 1000 mdpl itu sudah WOW..

Awalnya, saudara saya yang mengajak. Teh Eneng namanya. Kala itu dia masih kelas 4 SD. Dia sering sekali menemani nenek naik gunung untuk sekedar mengambil potongan rerumputan liar untuk makanan domba serta potongan kayu untuk bahan bakar hawu.

Pasti diantara kalian ada yang belum tau ya apa itu hawu? Baiklah akan saya coba jelaskan semampu saya..

Hawu itu bahasa sunda dari tungku batu atau kompor berbahan dasar batu. Bahan bakarnya cukup dengan beberapa potong kayu bakar juga minyak tanah dan ditambah api. Tentu kalau tanpa api, mana bisa potongan kayu itu terbakar, kecuali bila disambar petir. Hehe

Suatu hari, teh eneng mengajak saya untuk naik gunung. “Da, hayu ikut teteh ke gunung, kita ambil suluh yang banyak buat persediaan di hawu sama jukut buat embe..”.

Baik, saya jelaskan dulu kata-kata yang miring itu ya. Suluh adalah batang kayu kecil atau ranting sedangkan embe adalah domba.

Segera saya berpikir, gunung kan tinggi, waduh pasti cape banget ini.. Kemudian jawab saya, “mau teh, tapi jauh, pasti cape ya?”. Teh eneng yang merupakan anak pramuka dengan semangat menjawab dengan tertawa, “haha, yaiyalah awal-awal mah, tapi kalau udah sering mah gak akan cape da..”

Hmm, baiklah, saya siap! Hanya berbekal ular besar dan ular kecil secukupnya serta beralaskan sandal jepit. Tidak memakai tas gunung, sandal gunung, apalagi sepatu ceko. Waktu itu saya belum kenal dengan benda-benda itu.

Jalur yang dilalui ternyata cukup terjal. Banyak batu-batu besar seperti bongkahan meteor yang saya lewati di sana. Sempat saya berpikir bahwa pasti ini memang meteor beneran yang jatuh dari langit. Perlu diteliti oleh arkeolog dulu sih. Bisa jadi ini batu dari perut bumi..

Ditengah pendakian, saya mulai merasa lelah. Saya meminta kepada nenek untuk istirahat sejenak. Dan wooowww! Ada saung dan sawah kecil yang indah, disertai aliran air gunung yang keluar dari pipa bamboo dengan derasnya. Saya hampiri dan saya sentuh air gunung yang menyejukkan itu. Ah segarnya.. Memang kala itu panas sekali, padahal kami sudah berangkat dari pagi hari, walau agak siang memang nyatanya karena lambatnya langkah saya sepertinya, hehe

Alhamdulillaah akhirnya sampai juga di ketinggian kurang lebih 1000 mdpl. Kami pun membuat lapak untuk tempat istirahat kami. Saya hanya mengamati nenek dan saudara saya yang sedang melaksanakan tugasnya. Memotong rumput, memotong kayu, kemudian dikumpulkan dan diikat oleh sebuah lilitan yang sudah nenek siapkan.

Setelah semua tertunaikan, akhirnya kami makan ular besar dan ular kecil yang kami bawa. Loh? Bukannya ular itu haram ya? Haha, ini istilah lain dari makan berat dan makan ringan, biasa dipergunakan oleh anak menwa (Resimen Mahasiswa). Langsung BAHAS!!!

Selanjutnya kami pun turun gunung. Lumayan lama kami berada disini. Apalagi senangnya, saya diizinkan nenek untuk jalan ke puncaknya, penuh dengan pohon pinus yang menjulang tinggi juga semak belukar. Angin berhembus begitu kencang hingga kain kerudung saya berterbangan. Saya melihat burung elang membawa ular di kakinya! Ah, sayang saya belum punya kamera jadi tidak bisa saya abadikan.

Nenek, sejak kecil sudah dekat dengan gunung. Hidupnya selalu bersama gunung. Kaki dan mentalnya sudah terlatih. Bangga memiliki nenek perkasa sepertinya. :)

Sekarang, usianya sudah lanjut. Saya khawatir kondisi fisiknya yang sudah mulai menurun menyebabkan ia tidak bisa mendaki lagi sampai puncak, Gunung Palasari. Ya, demikian ia menyebutnya.

Terima kasih banyak ya Nek, sudah mengenalkan cucumu dengan gunung.

Semoga rahmat-Nya senantiasa bersamamu, Nek. aamiin :)

(Bandung, 2 Februari 2014)

almarhumah nenek bersama ibuku (30/08/2021)

Innalillaahi wa innailaihi raaji’uun..

Telah meninggal dunia, Ibu Hj. Siti Sariah binti H. Mansur.

Rabu, 1 September 2021, sekitar pkl 16.55 WIB. Dimakamkan di Malangbong, Garut, Jawa Barat.

Allaahummaghfirlaha warhamha wa’aafihii wa’fu’anha..

Hatur nuhun pisan kepada semua teman, rekan kerja, dan para pimpinan yang sudah mendoakan nenek.. semoga Allaah swt balas dengan kebaikan yang banyak.. semoga kita semua bisa berkumpul lagi di Surga-Nya kelak.. Aamiin yaa mujiibassailiin..

Jasamu Abadi, Nek! Doa kami senantiasa dipanjatkan dari sini ❤

--

--

Nidamia

passionate in social psychology, sustainability, book, pokémon, nature, music, astro, techno & art. // about.me/nida.damia // verba volant, scripta manent 🌿